KebijakanJepang terlihat ketika memasuki Indonesia dengan janji-janji yang membuat rakyat Indoneisa begitu yakin atas tindakan-tindakannya,yang sama sekali membuat rakyat tidak pernah mengira Indonesia akan menjadi jajahannya,seperti yang saya kemukakan diatas.Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yg dominan beragama Islam,dan bisa kita
This article discusses the system of government during the Japanese occupation in Indonesia. The research method uses historical methods with four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The result is that during the three and a half years of Japanese rule it was an important period for Indonesian history. After being able to conquer the Netherlands, Japan directly replaced the position of the Dutch East Indies government. On March 8, 1942 Japan had officially occupied Indonesia which immediately made changes to remove Western dominance. The system of government adopted by Japan in Indonesia is using a system of military government, so that those in power are army commanders. In contrast to the Dutch colonial period the system of government used by the civil administration became the ruling governor general. Policies carried out by Japanese government in various fields including politics, social-economy, education and the military. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 189 SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG Muhammad Rijal Fadlia, Dyah Kumalasarib exfadhlie dyah_kumalasari aUniversitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. bUniversitas Negeri Yogyakarta, Indonesia. ARTICLE INFO Received 18 November 2019 Revised 30 December 2019 Accepted 30 December 2019 Published 31 December 2019 Permalink/DOI ABSTRACT This article discusses the system of government during the Japanese occupation in Indonesia. The research method uses historical methods with four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The result is that during the three and a half years of Japanese rule it was an important period for Indonesian history. After being able to conquer the Netherlands, Japan directly replaced the position of the Dutch East Indies government. On March 8, 1942 Japan had officially occupied Indonesia which immediately made changes to remove Western dominance. The system of government adopted by Japan in Indonesia is using a system of military government, so that those in power are army commanders. In contrast to the Dutch colonial period the system of government used by the civil administration became the ruling governor general. Policies carried out by Japanese government in various fields including politics, social-economy, education and the military. KEYWORDS Military Government, Japan, Indonesia. ABSTRAK Artikel ini membahas tentang sistem pemerintahan masa pendudukan Jepang di Indonesia. Metode penelitian menggunakan metode sejarah history dengan empat tahapan yakni heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hasilnya bahwa Pada masa pemerintahan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan priode penting bagi sejarah Indonesia. Setelah mampu menaklukan Belanda Jepang secara langsung menggantikan kedudukan pemerintahan Hindia Belanda. Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang telah resmi menduduki Indonesia yang langsung melakukan perubahan untuk menghapus dominansi Barat. Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Jepang di Indonesia yaitu menggunakan sistem pemerintahan militer, sehingga yang berkuasa adalah panglima tentara. Berbeda dengan masa kolonial Belanda sistem pemerintahan yang digunakan pemerintahan sipil jadi yang berkuasa gubernur Jendral. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintahan Jepang diberbagai bidang diantaranya bidang politik, ekonomi-sosial, pendidikan dan militer. KATA KUNCI Pemerintahan Militer, Jepang, Indonesia. Copyright © 2019, Sejarah dan Budaya. All right reserved Print ISSN 1979-9993 Online ISSN 2503-1147 Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 190 PENDAHULUAN Peralihan masa kolonial Belanda ke masa pendudukan Jepang merupakan lembaran sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia terus berlanjut. Walaupun terdapat perbedaan corak perlakuan antara Belanda dan Jepang, tetapi keduanya meninggalkan kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Dengan mudahnya, Jepang mampu merebut Indonesia dari kekuasaan Belanda. Satu per-satu tempat strategis yang ada di Nusantara berhasil direbut Jepang dari tangan Belanda. Tarakan merupakan wilayah Nusantara yang pertama kali jatuh ke tangan Jepang, yakni pada tanggal 12 Januari 1942. Akhirnya perlawanan Belanda terhadap serangan Jepang pun berakhir dengan ditanda-tanganinya perjanjian Kalijati oleh pihak Belanda dan Jepang pada tanggal 9 Maret 1942 yang juga menandakan dimulainya masa pendudukan Jepang. Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang telah resmi menduduki Indonesia yang langsung melakukan perubahan untuk menghapus dominansi Barat. Jepang memiliki bentuk fisik yang hampir sama dengan orang Indonesia dan inilah yang menjadi keuntungan tersendiri buat Jepang. Oleh karean itu, Jepang dapat dengan mudah menyebarkan semboyan tiga A mereka, yaitu 1 Jepang Cahaya Asia; 2 Jepang Pemimpin Asia; dan 3 Jepang Pelindung Asia. Dari semboyan ini berhasil mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia menganggap Jepang sebagai pembebas mereka dari belenggu penjajahan Belanda. Selanjutnya Jepang sendiri menyadari bahwa besarnya pengaruh barat yang masih melekat pada diri rakyat Indonesia. Seperti yang diketahui bahwa barat telah lama menjajah Indonesia. Perubahan tersebut dilakukan Jepang secara berkala. Pertama yang mereka lakukan adalah melepaskan para pejabat Belanda yang mereka tangkap untuk melatih orang-orang Indonesia yang nantinya dapat mengambil alih tugas pemerintahan yang selama ini mereka kerjakan. Orang Jepang sendiri berkeinginan untuk mempekerjakan orang Indonesia sebagai bentuk untuk merealisasikan cita-cita “Asia untuk Asia” seperti yang selama ini didengungkan Frederick, 1989 128. Dengan penyerahan tanpa syarat oleh Letnan Jenderal H. Ter Poorten, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda atas nama Angkatan Perang Serikat di Indonesia kepada tentara ekspedisi Jepang di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Maka berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, dan dengan resmi ditegakkan kekuatan Kemaharajaan Jepang. Indonesia memasuki suatu periode baru, yaitu periode pendudukan militer Jepang. Berbeda dengan zaman Hindia Belanda di mana hanya terdapat satu pemerintahan sipil, maka pada zaman Jepang terdapat tiga pemerintahan militer pendudukan, yaitu Pemerintahan militer Angkatan Darat Tentara Keduapuluh lima untuk Sumatera dengan pusatnya di Bukittinggi, Pemerintahan militer Angkatan Darat Tentara Keenambelas untuk Jawa-Madura dengan pusatnya di Jakarta, Pemerintahan militer Angkatan Laut Armada Selatan Kedua untuk daerah yang meliputi Sulawesi, Kalimantan dan Maluku dengan pusatnya di Makasar Poesponegoro, dan Notosusanto, 2008 5. Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia, pemerintahan melakukan berbagai persiapan-persiapan untuk melaksanakan pemerintahan selanjutnya dibawah komando militer Jepang. Pemerintahan Jepang segera mendirikan badan-badan dalam sistem pemerintahannya, untuk menjalankan tugasnya sebagai administrasi pemerintahan. Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 191 Dengan begitu, Jepang mendatangkan pegawai sipil dari Jepang untuk membantu melaksanakan tugas tersebut. Tetapi pegawainya tidak mencukupi jumlahnya, maka pemerintahan Jepang mengangkat orang-orang pribumi yang sudah terdidik untuk dapat mengisi kekosongan jabatan-jabatan yang telah ditinggalkan oleh Belanda Ricklefs, 2008 411. Masa pemerintahan Jepang selama tiga setengah tahun ini merupakan masa pemerintahan yang singkat jika dibanding dengan pemerintahan sebelumnya Belanda. Artinya rakyat Indonesia dulu mempunyai harapan besar terhadap pemerintahan Jepang untuk menentukan perjuangan bangsa Indonesia, sebab rakyat Indonesia telah lama menginginkan kemerdekaan, sehingga simpati kepada Jepang disambut dengan baik atas kedatangannya Notosusanto, 1979 41. Kedatangan Jepang ke Indonesia awalnya di sambut hangat dengan baik oleh rakyat Indonesia. Pada akhirnya Sambutan tersebut segera berubah menjadi kebencian setelah diketahui tujuan Jepang datang ke Indonesia tidak lebih baik dari Belanda. Kenyataannya Jepang justru bertindak kejam, brutal, dan tidak segan-segan menghukum rakyat Indonesia yang dianggapnya membangkang dan melawan Aprilia, Sugiyanto, dan Handayani, 2017 261. Inilah yang dimaksud penulis bahwa Jepang selalu bersikap manis terhadap bangsa Indonesia dengan mencari simpatinya, untuk merencanakan tujuannya menduduki Indonesia. Dengan begitu, Jepang menjalankan misinya menggunakan sistem pemerintahan militer dan kebijakan-kebijakannya, serta berbagai cara untuk mendapatkan simpati kepada bangsa Indonesia. Pada saat Jepang sudah menaklukan kolonial Belanda, Jepang melangsungkan mengambil alih pemerintahan di Indonesia dengan sikap-sikap manis untuk mencari simpati rakyat Indonesia. Kemudian Jepang langsung membuat kebijakan tentang pemerintahan Jepang di Indonesia. Menurut Yasmis 2007 24 Kebijakan Jepang yang dilaksanakan di Indonesia ternyata ada terkaitannya dengan kemenangan peperangan di Asia Pasifik. Kebijakan yang diterapkan oleh Jepang memiliki dua misi. Pertama, misi menghapuskan pengaruh Barat. Kedua, misi memobilisasikan rakyat Indonesia demi kemajuan perang Jepang. Dengan demikian, Jepang menerapkan pemerintahan militer Jepang di Indonesia. Tujuannya untuk membantu Jepang dalam memenangkan dalam perang Pasifik. Kebijakan Jepang tersebut dilaksanakan melalui tiga prinsip, diantaranya mencari dukungan rakyat, memanfaatkan struktur pemerintahan yang telah ada, dan penerapan sistem autarki. Maksud sistem autarki Hariyono 2008 86 untuk memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang. Tetapi penerapan sistem autarki ini memunculkan konsekuensi yang menyengsarakan rakyat Indonesia baik dari fisik maupun material, dimana tugas rakyat Indonesia dan hasil kekayaan alamnya hanya dikorbankan untuk kepentingan perang. Berdasarkan uraian di atas, tujuan dalam kajian ini membahas sistem pemerintahan atau ketatanegaraan masa pendudukan Jepang di Indonesia, mulai dari awal menguasainya sampai kebijakan-kebijakan yang diterapkannya. Artikel ini menurut peniliti menarik dengan alasan bahwa pada masa Jepang Indonesia terlihat begitu simpati, sebab Jepang mampu mengusir Belanda dari Indonesia. Karena, pada saat diduduki pemerintahan Hindia Belanda Indonesia begitu sengsara, semua para tokoh nasionalis Indonesia tidak bisa bergerak leluasa. Inilah kecerdikan pemerintahan Jepang Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 192 pada saat itu mampu membaca situasi dan kondisi Indonesia sehingga Jepang diterima dengan baik oleh bangsa Indonesia dan dapat mendudukinya. METODE Metode dalam penulisan kajian ini menggunakan metode sejarah History. Metode sejarah merupakan cara atau teknik dalam merekonstruksi peristiwa masa lampau, melalui empat tahapan kerja, yaitu heuristik pengumpulan sumber, kritik sumber eksternal/bahan dan internal/isi, interpretasi penafsiran, dan historiografi penulisan kisah sejarah Hamid, dan Madjid 2011 43. Pada tahapan heuristik peneliti mengumpulkan dan mencari sumber-sumber baik primer maupun skunder. Sumber primer didapatkan dari hasil penelitian yang sudah-sudah seperti sejarah tata negara Indonesia, romusha sejarah yang terlupakan dan sebagainya. Adapun sumber lainnya baik skunder atau tersier berupa dari hasil penelitian yang serupa atau berkaitan misalnya penelitian yang ditulis oleh Notosusanto, Ricklefs, Suhartono dan lain-lain. Berbagai sumber dikumpulkan dari perpustakaan di UNY, UGM dan jurnal-jurnal. Tahap kedua kritik sumber dilakukan untuk menguji data yang sudah terkumpul apakah itu sudah otentik, asli atau tidak serta kerelevanannya, hal itu dilakukan dengan cara kritik intern dan ekstern, menurut Zed 2004 kritik intern berkenaan dengan proses pegujian kebenaran isi content, yaitu menguji kesahihan pernyataan-pernyataan dalam teks, sedangkan kritik ekstern berkenaan dengan proses pengujian keaslian bahan atau material asli atau palsu atau merupakan salinan atau copy. Tahapan ketiga interpretasi yaitu peneliti melakukan penafsiran, interpretasi ini ada 2 macam yaitu analisis dan sintesis. Analisis data dilakukan setelah melalui proses uji kelayakan, data-data yang sudah dianalisis kemudian ke proses sintesis. Data yang telah disintesiskan digabungkan sehingga menjadi informasi sesuai fakta yang ada Kuntowijoyo, 2013. Tahapan terakhir yaitu historiografi atau membuat penulisan sejarah, dilakukan setelah semua data dan informasi terkumpul supaya bukti nyata atau fakta yang tersusun dalam bentuk tulisan sejarah. Penulisan ini dilakukan agar menjadi sumber-sumber penelitian selanjutnya dengan referensi-referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Awal Masa Pendudukan Jepang Dalam perjalanan sejarah Indonesia, Jepang pernah memerintah Hindia-Belanda nama Indonesia dulu ketika masa kolonial. Selanjutnya setelah jatuhnya daerah kekuasaan Hindia Belanda di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, memudahkan Jepang untuk menaklukan pusat kekuasaan Hindia Belanda yang berada di Batavia Jakarta. Kemudian divisi ke-2 tentara Jepang yang mendarat untuk pertama kalinya di Jawa Barat dan Divisi ke-48 di Jawa Tengah. Tentara Jepang itu dipimpin oleh letnan jendral Hitoshi Imamura yang nantinya akan bertugas melawan sekutu dalam memperebutkan Jawa. Pada akhirnya kekuatan Jepang ditambah dengan Divisi ke-38 di bawah Kolonil Shoji. Pasukan Jepang yang baru menaklukan daerah Indonesia utara juga Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 193 akan bergabung. Ditambah angkatan udara Jepang sangat kuat, sedangkan angkatan udara Belanda sudah dihancurkan pada pangkalan-pangkalan sebelumnya. Meluasnya militer Jepang yang disebarkan di seluruh daerah Jawa sekaligus menunjukkan jumlah yang lebih besar daripada kekuatan Sekutu. Membuat kekalahan dari pihak Belanda. Pada tanggal 1 Maret 1942 tentara ke-16 Jepang berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus, yakni di Teluk Banten, Eretan Wetan Jawa Barat, dan Kragan Jawa Tengah. Setelah pendaratan itu, ibukota Batavia Jakarta pada tanggal 5 Maret 1942 diumumkan oleh Jepang sebagai “kota terbuka” dan tidak lagi berada dalam genggaman Belanda. Setelah itu tentara Jepang langsung menguasai daerah sekitar, yaitu Bogor. Setelah penyerahan kekuasaan dari Pemerintah Kolonial Belanda kepada pemerintah militer Jepang, ekspedisi selanjutnya, pada tanggal 1 Maret Jepang telah mendarat dan menyerbu kota Bandung dengan dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji dengan pasukan orang yang sudah siap berada di Eretan, sebelah barat Cirebon. Pada hari itu juga berhasil membekukan daerah Subang. tentara Jepang mulai memasuki Kota Bandung, mereka masuk dari arah Lembang dan Sumedang dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan rakyat Kota Bandung menyambut tentara Jepang dengan banzai. Masyarakat Kota Bandung menyambut kedatangan tentara Jepang dengan penuh kegembiraan, karena tentara Jepang dianggap sebagai saudara tua yang akan membebaskan bangsa Indonesia dari cengkraman penjajahan Belanda Sofianto, 2014 53. Maka Momentum seperti ini mereka gunakan untuk terus berusaha menekan Belanda dan sekutunya dengan merebut lapangan terbang Kalijati yang berjarak sekitar 40 km dari Bandung. Perebutan kembali daerah tersebut oleh Belanda terus dilakukan sampai tanggal 4 Maret 1942, pada akhirnya Jepang berhasil menguasai daerah tersebut. Operasi kilat Detasemen Shoji telah mengakibatkan tentara KNIL kritis. Pada 6 Maret 1942 keluarlah perintah dari panglima KNIL, letnan jendral Ter Poorten kepada panglima di Jawa Barat, Mayor Jendral Pesman tentang tidak diperbolehkannya melakukan pertempuran. Hal itu dikarenakan Bandung menjadi kota mati yang penuh sesak dan banyak penduduk sipil, wanita, dan anak-anak. Tak lama sesudah keberhasilannya Jepang mendudukan KNIL di Lembang, maka pada tanggal 7 Maret 1942 tepat petang hari pasukan-pasukan Belanda di sekitar Bandung menyerahkan diri Poesponegoro dan Notosusanto 2008 4. Dengan demikian, pada 7 Maret 1942 pasukan Belanda di sekitar Bandung meminta untuk penyerahan lokal. Kolonil Shoji menyampaikan usulan tersebut kepada jendral Imamura, namun tuntutannya penyerahan lokal itu harus semua pasukan Serikat di Jawa. Jìka pihak Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang, maka kota Bandung akan dibom melalui jalur udara. Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan lainnya supaya Gubernur Jenderal Belanda ikut serta dalam perundingan di Kalijati. Jika tuntutan ini dilanggar, maka pemboman atas kota Bandung akan segera dilakukan. Namun pada akhirnya pihak Belanda memenuhi tuntutan Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer maupun Panglima Tentara Hindia Belanda serta beberapa pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Di sana mereka kemudian Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 194 berhadapan dengan Letnan Jenderal Imamura yang datang dari Batavia Jakarta. Hasil pertemuan antara kedua belah pihak adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia Belanda kepada Jepang. Sistem Pemerintahan Militer Pendudukan Jepang Dengan penyerahan tanpa syarat oleh Letnan Jenderal Ter Poorten, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda atas nama Angkatan Perang Serikat di Indonesia, kepada tentara ekspedisi Jepang di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Pada tanggal 8 Maret 1942, berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, dan dengan resmi ditegakkan kekuatan Kemaharajaan Jepang. Indonesia memasuki suatu periode baru, yaitu periode pendudukan militer Jepang. Berbeda dengan zaman Hindia Belanda di mana hanya terdapat satu pemerintahan sipil, maka pada zaman Jepang terdapat tiga pemerintahan militer pendudukan, yaìtu Pemerintahan militer Angkatan Darat Tentara Keduapuluh lima untuk Sumatera dengan pusatnya di Bukittinggi, Pemerintahan militer Angkatan Darat Tentara Keenambelas untuk Jawa-Madura dengan pusatnya di Jakarta, Pemerintahan militer Angkatan Laut Armada Selatan Kedua untuk daerah yang meliputi Sulawesi, Kalimantan dan Maluku dengan pusatnya di Makassar Poesponegoro dan Notosusanto 2008 5. Pendudukan Militer Jepang di Jawa sifatnya hanyalah sementara, yang sesuai dengan Osamu Seirei No. 1 Pasal 1 yang dikeluarkan tanggal 7 Maret 1942 oleh Panglima tentara keenam belas. Undang-Undang ini menjadi pokok dari peraturan-peraturan ketatanegaraan pada masa pendudukan Jepang. Kekuasaan tertinggi yang sebelumnya di bawah kendali Gubernur Jenderal dipindahtangankan kepada panglima tentara Jepang di Jawa. Undang-Undang tersebut juga mengisyaratkan bahwa pemerintahan pendudukan Jepang berkeinginan untuk terus menggunakan aparat pemerintah sipil yang sebelumnya pro pada pemerintah Belanda beserta para pegawainya. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah terus berjalan dan kekacauan dapat dicegah, sedangkan pimpinan pusat tetap dikendalikan sepenuhnya oleh tentara Jepang Zulkarnain, 2012 86. Undang-Undang tersebut berisi diantaranya a. Pasal 1 Balatentara Nippon melangsungkan pemerintahan militer sementara waktu di daerah-daerah yang telah ditempati agar supaya mendatangkan keamanan yang sentosa. b. Pasal 2 Pembesar balatentara memegang kekuasaan pemerintahan militer yang tertinggi dan juga segala kekuasaan yang dahulu berada di tangan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. c. Pasal 3 Semua badan-badan pemerintah dan kekuasaan hukum dan undang-undang dan pemerintah yang dahulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer. d. Pasal 4 Bahwa balatentara Jepang akan menghormati kedudukan dan kekuasaan pegawai-pegawai yang setia pada Jepang Poesponegoro dan Notosusanto 2008 8. Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 195 Dari Undang-Undang tersebut, bahwa jabatan Gubernur Jenderal pada masa pemerintahan Hindia Belanda telah dihapuskan dan segala kekuasaan yang dahulu di tangan Gubernur Jenderal sekarang dipegang oleh panglima tentara Jepang yang berada di Jawa. dengan dikeluarkannya Undang-Undang ini bisa disimpulkan bahwa pemerintahan militer Jepang menggunakan aparat pemerintahan sipil yang lama dan para pegawainya. Tindakan Jepang ini bermaksud supaya pemerintahan dapat berjalan dengan terus bisa mencegah kekacauan. Perbedaannya terletak bahwa pimpinan dipegang oleh tentara Jepang, baik di pusat maupun di daerah. Dengan Susunan pemerintahan militer Jepang terdiri atas Gunshireikan panglima tentara, kemudian disebut Saikõ Shikikan panglima tertinggi merupakan Pimpinannya, di bawah Saikõ Shikikan terdapat Gunseikan kepala pemerintah militer yang dirangkap oleh kepala staf Tentara. Gunshireikan menetapkan peraturan yang dikeluarkan oleh Gunseikan, namanya Osamu Kanrei. Peraturan-peraturan itu diumumkan dalam Kan Põ berita pemerintah, sebuah penerbitan resmi yang dikeluarkan oleh Gunseikanbu. Panglima Tentara Keenambelas di pulau Jawa yang pertama, ialah Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Sedangkan kepala stafnya adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Dia diberi tugas untuk membentuk pemerintahan militer di Jawa dan kemudian di angkat menjadi Gunseikan. Staf pemerintahan militer pusat dinamakan Gunseikanbu, yang terdiri dan 4 macam bu semacam departemen yaitu Sõmubu Departemen Urusan Umum, Zaimubu Departemen Keuangan, Sangyobu Departemen Perusahaan, Industri dan Kerajinan Tangan dan Kotsubu Departemen Lalulintas, yang kemudian ditambah dengan bu yang kelima, yaitu Shihõbu Departemen Kehakiman. Selanjutnya, koordinator pemerintahan militer setempat disebut Gunseibu, yang dibentuk di Jawa Barat dengan pusatnya di Bandung, di Jawa Tengah dengan pusatnya di Semarang, dan di Jawa Timur dengan pusatnya di Surabaya. Di samping itu dibentuk dua daerah istimewa kõci Surakarta dan Yogyakarta Poesponegoro dan Notosusanto 2008 7. Pada setiap Gunseibu ditempatkan beberapa komandan militer setempat, semuanya ditugaskan untuk memulihkan ketertiban dan keamanan juga menanamkan kekuasaan yang sementara ini kosong. Selanjutnya, mereka juga diberi wewenang untuk memecat para pegawai kolonial Belanda yang kurang bagus dalam membentuk pemerintahan setempat. Namun, usaha dalam membentuk pemerintahan setempat ternyata tidak berjalan dengan lancar. Sehingga Jepang mengalami kekurangan tenaga pemerintahan, sebenarnya sudah dikirimkan tetapi kapalnya tenggelam karena ketarkam torpedo Serikat. Jadi terpaksa diangkat pegawai-pegawai dari bangsa lndonesia. Dengan kejadian itu tanpa dikehendaki oleh pihak Jepang pada waktu itu sehingga menguntungkan pihak Indonesia yang dengan demikian memperoleh pengalaman dalam pemerintahan. Selanjutnya, dibentuklah pemerintahan daerah yang berdasarkan peraturan berisi peraturan yang mengenai perubahan tata pemerintahan daerah yang disebutkan di seluruh Jawa dan Madura kecuali Yogyakarta dan Surakarta. Peraturan ini membagi pemerintahan daerah dalam syu karesidenan, syi kotapraja, ken kabupaten, gun kawedanan, son kecamatan, dan kun desa. Para pemimpinnya co disebut dengan syico residen, kenco bupati dan walikota, gunco wedana, sonco camat, dan kunco kepala desa. Terbitnya peraturan tersebut maka sistem pembagian yang lama di masa pemerintahan Hindia Belanda, dalam lingkup pemerintahan militer di Jawa, telah Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 196 menghapuskan status provinsi atas Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur Bizawie, 2014 113. Sebagai ganti untuk jabatan setingkat gubernur, pada 8 Agustus 1942 dikeluarkan ketetapan bahwa pemerintahan tertinggi ialah syu keresidenan. Di Jawa dan di Madura terdapat 18 syu yaitu Banten, Jakarta, Bogor, Priangan Cirebon, Pekalongan, Semarang, Pati, Kedu, Bojonegoro, Surabaya, Madiun, Kediri, Malang, Besuki, Dan Madura. Didalam peraturan ini fungsi keresidenan bukan lagi pembantu gubernur, tetapi seorang syucokan pejabat residen sebagai penguasa tertinggi di wilayah karesidenan yang memiliki otonomi sehingga jabatan syucokan dapat dikatakan sama dengan jabatan gubernur di masa sebelumnya Poesponegoro dan Notosusanto, 2008 10. Melihat situasi di medan pertempuran di Asia Pasifik masih bergolak, pemerintahan militer Tentara ke-16 di Jawa terus mereshuffle beberapa peraturan yang telah di buatnya. Dengan motif untuk mendapatkan dukungan lebih besar lagi dari rakyat Indonesia serta berdasarkan pidato PM Hideki Tojo pada 16 Juni 1943, yang mengenai upaya memberi kesempatan bagi pihak Indonesia untuk ambil bagian dalam pemerintahan. Maka pada 1 Agustus 1943 Saiko Shikikan mengumumkan mengenai garis besar rencana partisipasi pihak Indonesia dengan meliputi keterlibatannya dalam badan pertimbangan daerah dan pusat serta jabatan-jabatan tinggi untuk orang Indonesia. Rencana ini diwujudkan dengan diangkatnya beberapa tokoh Indonesia untuk menduduki jabatan ketua departemen bu, residen shucokan, dan penasehat di enam departemen Bizawie, 2014 113. Dengan demikian, pada masa-masa awal Jepang mendarat mendapat sambutan yang baik dari pihak Indonesia. Keadaan ini ditunjukan dengan kesediaan beberapa tokoh utama Indonesia, seperti Soekarno dan Mohammad Hatta, yang bersedia untuk bekerjsama dengan Jepang. Sikap seperti ini sangat berbeda dengan sikap yang ditunjukan keduanya pada masa Hindia Belanda di mana mereka dan beberapa tokoh lainnya dengan tegas menempuh sikap menolak bekerjasama dengan pemerintahan Hindia Belanda. Kesediaan kerjasama ini muncul dengan alasan adanya keyakinan pada mereka, bahwa Jepang akan mendukung upaya mewujudkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setidaknya berkeinginan mendukung Indonesia untuk memiliki pemerintahan sendiri, dan dapat berdiri sendiri dengan sejajar seperti bangsa-bangsa merdeka lainnya. Kebijakan Pemerintahan Pendudukan Jepang Pada dasarnya, kebijakan pemerintahan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas yakni menghapus pengaruh barat di kalangan rakyat, dan memobilisasi mereka demi kemenangan tentara Jepang. Seperti halnya pemerintah Kolonial Belanda, pemerintah militer Jepang bermaksud menguasai Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka banyak menghadapi masalah yang sama dengan yang dihadapi pemerintah Kolonial Belanda, dengan menggunakan banyak cara pemecahan yang sama. Namun, di tengah suatu perang besar yang melakukan pemanfaatan maksimum atas sumber-sumber, pihak jepang memutuskan untuk berkuasa melalui mobilisasi khususnya Jawa dan Sumatera. Dengan berkembangnya suatu peperangan, maka usaha-usaha mereka semakin menggelora untuk memobilisasikan rakyat Indonesia Ricklefs, 2008 425-426. Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 197 Untuk memusnahkan pengaruh Barat, maka dari pihak Jepang melarang pemakaian bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Tetapi, memajukan pemakaian bahasa Jepang. Pelarangan pemakaian buku-buku yang berbahasa Belanda dan Inggris, serta membuat pendidikan yang lebih tinggi. Kalender Jepang diperkenalkan untuk tujuan-tujuan resmi, patung-patung Belanda diruntuhkan, jalan-jalan diberi nama baru, begitu pula sekolah-sekolah diberi model baru. Jepang menerapkan politik bahasa yang berupa kebijakan Language Planning di Indonesia. Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda serta memperluas penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang di Indonesia. Usaha Jepang untuk memastikan kebijakannya ini dapat berjalan dengan lancar juga tidak main-main. Jepang mengumumkan satu-persatu hal-hal apa saja yang diharuskan untuk menggunakan bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, seperti merek, nama toko, surat, dan lain–lain Permadi dan Purwaningsih, 2015 593. Suatu kampanye propaganda yang intensif dimulai untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa mereka dan bangsa Jepang adalah saudara seperjuangan dalam perang yang luhur untuk membentuk suatu tatanan baru di Asia. Para petani pun diberi pesan ini melalui pengeras-pengeras suara radio yang dipasang ditiang-tiang di tiap desa. Akan tetapi, upaya propaganda ini sering mengalami kegagalan karena adanya kenyataan-kenyataan pendudukan Jepang, yakni adanya kekacauan ekonomi, teror, kerja paksa, dan penyerahan padi, kesombongan, dan kekejaman orang-orang Jepang pada umumnya. Pemukulan dan pemerkosaan, serta kewajiban memberi hormat kepada setiap orang Jepang. Oarng-orang yang telah menyambut baik orang-orang Jepang, sebagai pembebas sering kali dengan cepat menjadi kecil hati Aman, 2015 50. Untuk memobilisasi rakyat pihak pemerintahan Jepang mencari pemimpin-pemimpin politik baru di Jawa. Pertama-pertama mereka menghapuskan semua organisasi politik, pada Maret 1942 semua kegiatan politik dilarang kemudian semua perkumpulan yang ada secara resmi dibubarkan dan pihak Jepang mulai membentuk organisasi-organisasi baru sejak mula pertama. Islam terlihat menawarkan suatu jalan utama bagi mobilisasi. Pada akhir Maret 1942, pihak Jepang di Jawa sudah mendirikan sebuah Kantor Urusan Agama Shumubu dalam bahasa Jepang Ricklefs, 2008 428. Jepang pada saat memerintah Indonesia memperlakukan rakyat Indonesia berbeda dengan masa pemerintahan Hindia Belanda. Pada saat kedatangan Jepang yang menggantikan pemerintahan Hindia Belanda. Pada awalnya Jepang memberikan harapan akan kehidupan yang lebih baik, mengingat Indonesia dari Jepang sama-sama dari bangsa Asia. Berbeda dengan Belanda mendekonstruksi Islam menggantikannya dengan hukum adat, disini ulama dikontrol ketat sampai kehilangan basis kekuasaannya sehingga perjuangan yang terjadi anti Belanda. Tetapi, Jepang berusaha belajar dari kebijakan Belanda sehingga relatif berdamai dengan Islam. Kemudian Jepang berusaha menarik keterlibatan tokoh-tokoh umat Islam untuk meredam gerakan perlawanan umat Islam. Ricklefs 2012 119 mengemukakan bahwa salah satu perbedaan paling penting yang dapat dilacak pada periode Jepang adalah pendidikan politik dan keterlibatan para kiai NU. Sebelum masa pendudukan Jepang, kalangan Modernis yang berbasis di perkotaan yang paling dimungkinkan untuk aktif secara politik, walaupun Muhammadiyah sendiri senantiasa mencoba rnenghindari politik anti-kolonial dan tetap menjalin kerja sama dengan rezim kolonial dalam karya pendidikan dan kesejahteraan yang dilaksanakannya. Kebijakan Jepang kepada Islam Indonesia menciptakan pesona dengan Nippon’s Islamic Grass-root policy. Bahkan, Jepang Iebih dekat memenuhi aspirasi Islam Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 198 daripada nasionalis sekuler dengan tujuan untuk memobilisasi Islam dalam rangka mendukung tujuan-tujuan perang yang cepat dan mendesak Fadli dan Hidayat, 2018 35. Jepang telah mengambil beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menarik simpati rakyat dan para pemimpin Indonesia, antara lain sebagai berikut a. Jepang menyatakan diri sebagai saudara tua, sedangkan Indonesia sebagal saudara muda. Jepang menyatakan bahwa kedatangan-nya untuk membebaskan bangsa Indonesia dan belenggu penjajah asing. Selain itu, Jepang bermaksud mencapai kemakmuran bersama seluruh bangsa di bawah pimpinan Jepang sehingga sederajat dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Untuk tujuan tersebut bangsa Indonesia diharuskan memberikan bantuan berupa tenaga dan hash kekayaan alam kepada Jepang. b. Jepang mendirikan Gerakan Tiga A, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Gerakan ini dijadikan semboyan oleh bangsa Jepang dalam usaha membujuk bangsa Indonesia untuk membantu Jepang. Untuk memimpin Gerakan Tiga A ditunjuk Mr. Syamsudin, bekas anggota Parindra yang kurang dikenal. Melalui Gerakan Tiga A ini, Jepang memanfaatkan tenaga bangsa Indonesia, terutama para pemuda dalam menghadapi bangsa asing, khususnya tentara Sekutu yang sedang berperang dengan Jepang. Para pemuda itu diberi berbagai pendidikan dan latihan militer dengan maksud agar tertanam semangat mendukung Jepang. c. Jepang membebaskan para pemimpin bangsa Indonesia yang ditawan masa penjajahan Belanda, seperti Ir. Sukarno dan Mohammad Hatta. d. Pemerintah Jepang memberi kesempatan bagi para pemimpin bangsa Indonesia untuk menduduki jabatan-jabatan penting yang sebelumnya hanya dikuasai orang Belanda Fadli dan Hidayat, 2018 36. Pada tanggal 8 September 1942 Jepang telah mengluarkan UU No. 2, Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional. Karena kebijakan Jepang melarang kegiatan politik dan semua bentuk perkumpulan. Keluarnya Uudang-Undang tersebut, praktis menjadikan organisasi nasional yang pada saat itu sedang giat-giatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia harus dilumpuhkan. Misalnya, perjuangan yang dilakukan oleh Parindra dan GAPI Gabungan Politik Indonesia. Dalam rangka menancapkan kekuasaan di Indonesia, pemerintah militer Jepang melancarkan strategi dengan membentuk Gerakan Tiga A. Gerakan ini merupakan upaya Jepang untuk merekrut dan mengerahkan tenaga rakyat yang akan dimanfaatkan dalam perang Asia Timur Raya. Gerakan Tiga A dalam realisasinya, tidak mampu bertahan lama, karena rakyat Indonesia tidak sanggup menghadapi kekejaman militer Jepang dan berbagai bentuk eksploitasi yang dilakukannya. Kemudian Jepang membentuk organisasi lain untuk menarik simpati rakyat. Upaya Jepang yaitu menawarkan kerjasama dengan para pemimpin Indonesia untuk membentuk PUTERA Pusat Tenaga Rakyat Insneini dan Apid, 2008 31-32. Jepang berharap melalui PUTERA para pemimpin Indonesia mampu membujuk kaum nasionalis sekuler dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaga dalam rangka perang melawan Sekutu. Selanjutnya PUTERA dalam pergerakannya tidak menghasilkan karya konkret. Namun setidaknya, mampu membangun mentalitas bangsa dalam perisapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Berkembangnya PUTERA ke seluruh plosok Indonesia membuat para pemuda Indonesia melakukan perkumpulan-perkumpulan yang disitu bertujuan untuk memperjuangkan serta merain kemerdekaan Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 199 yang telah didamba-dambakan oleh bangsa Indonesia sebab Jepang telah memberi janji ingin membantu cita-cita tersebut. Selanjutnya perkumpulan pemuda dari berbagai daerah pun mulai tumbuh seperti berdirinya Jong Celebes, Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon dan lain-lain yang aktif pada masa penjajahan Belanda. Kemudian mulai berdiri beberapa partai politik ketika masa penjajahan Jepang karena janji Jepang yang akan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia, kemudian pergerakan kemerdekaan lainnya seperti BPUPKI Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, serta PPKI Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia Nugraha dan Utomo, 2018 83. Dengan demikian inilah strategi Jepang dalam mendapatkan simpatik terhadap rakyat Indonesia agar Indonesia dapat membantu Jepang pada saat itu, akan tetapi semuanya hanya janji-janji manis yang diberikan Jepang kepada bangsa Indonesia. Melihat situasi suasana perang, pada saat itu badan-badan propaganda yang telah didirikan sebelumnya, seperti Gerakan Tiga A dan PUTERA tidak lagi efektif menjalankan tugasnya. Kemudian muncul sebuah gerakan baru, yakni Jawa Hokokai yang dibentuk 29 April 1944. Gerakan baru ini yang disebut Jawa Hokokai, merupakan wadah perhimpunan semua organisasi yang bersifat multirasial, tidak hanya terbatas pada organisasi eksklusif para pemimpin nasionalis sekuler dan nasionalis Islam. Tetapi organ bagian semua kalangan termasuk perkumpulan pemuda, perempuan, dan kelompok etnik nonpribumi. Dan juga beberapa organisasi terpenting yang berdiri jauh sebelum Jawa Hokakai dibentuk Imran, 2012 52. Pada bulan Oktober 1943, pihak Jepang membentuk organisasi pemuda Indonesia yang paling berarti, yaitu Peta Pembela Tanah Air. Organisasi ini merupakan suatu tentara sukarela bangsa Indonesia. Pada akhir perang anggotanya berjumlah orang di Jawa, di Bali, dan sekitar orang di Sumaera dimana organisasi ini biasanya dikenal dengan nama Jepangnya Giyugun prajurit-prajurit sukarela. Tidak seperti Heiho, Peta tidak secara resmi menjadi bagian dan balatentara Jepang tetapi dimaksudkan sebagai pasukan gerilya pembantu guna melawan serbuan pihak Sekutu. Anggota perwiranya meliputi para pejabat, para guru, para kyai, dan orang-orang Indonesia yang sebelumnya menjadi serdadu kolonial Belanda. Di antara mereka adalah seorang bekas guru sekolah Muhammadiyah yang bernama Soedirman Ricklefs, 2008 435. Usaha Jepang semaksimal mungkin dalam melibatkan bangsa Indonesia dilakukan dengan cara memberi wadah pada umat Islam Indonesia dalam satu organisasi sehingga memudahkan pemerintahan Jepang untuk memobilisasikannya dalam perang Asia Timur Raya yang makin memanas. Kemudian, organisasi Islam yang sudah ada yakni MIAI telah diubah menjadi Majelis Syuro Muslim Indonesia Masyumi. Pada Oktober 1943 organisasi ini masuk dalam orbit propadanda Jepang dengan meningkatkan fanatismenya untuk melakukan jihad melawan musuh. Masyumi sudah dilibatkan dalam politik Jepang, meskipun tetap mempertahankan dirinya sebagai organisasi keagamaan. Tetapi, semuanya itu hanya untuk kemenangan Jepang Suhartono, 2001 127. Berdasarkan uraian diatas, sebelum Masyumi didirikan sudah jelas bahwa Jepang telah berupaya bagaimana cara mendekati umat Islam di Indonesia. Cara yang paling lazim telah mengadakan propaganda keliling jawa yang dilakukan oleh Kolonil Hory, kepala departemen Agama, yang mengadakan pertemuan dengan para kiyai dan ulama. Agar menambah kepercayaan terhadap apa yang telah dilakukan pemerintah, maka mendatangkan orang Islam dari Jepang untuk menciptakan solidaritas dan semangat kerja sama terhadap pemerintahan militer, pemerintah mengadakan latihan Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 200 para tokoh Islam. Jadi, bisa dikatakan pemerintah telah mengadakan indoktrinasi perang suci yang diadakan tujuhbelas kali sejak bulan Juli 1943 sampai Mei 1945. Kemudian, pemerintah juga merekrut pemuda Islam sebagai basis kekuatan maka didirikanlah organisasi militer berbasis Islam yakni Hizbullah pada tahun 1944. Hizbullah ini merupakan organisasi pemuda yang didukung oleh Jepang, disamping organisasi pemuda lain yang mendapat latihan militer seperti Keibodan pertahan sipil dan Seinendan barisan pemuda yang anggota pengikutnya pemuda Islam maupun non-Islam. Keibodan adalah organisasi pemuda umur 20-35 tahun yang mempunyai tugas kepolisian, bertugas penjagaan kepolisian, keamanan desa, dan lain-lain. Organisasi ini ada di bawah binaan Keimubu departemen kepolisian dan anggotanya berjumlah sekitar satu juta orang, yang menarik dari organisasi ini bahwa Keibodan dijauhkan dari pengaruh kaum nasionalis Suhartono, 2001 127. Sedangkan Seinendan adalah organisasi barisan pemuda untuk memperkuat pertahanan garis belakang. Melalui Seinendan Jepang berusaha mengobarkan semangat rakyat untuk pembangunan Jawa Baru. Yaitu dengan cara melatih para pemuda tentang kedisiplinan dan meningkatkan produksi hasil bumi, dengan cara menumbuhkan rasa patriotisme dalam kepahlawanan Jepang Bushido Imran, 2012 52. Kebijakan Jepang dibentuk untuk mencapai sebuah tujuan yang telah mereka buat, yaitu menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan upaya-upayanya bagi mendominasi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Tenggara. Setelah menduduki Indonesia, Jepang mengambil berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut meliputi diberbagai bidang diantaranya 1. Bidang Politik Dalam bidang politik, tindakan pertama kali yang dilakukan oleh pihak Jepang adalah membekukan segala kegiatan politik. Semua pergerakan rakyat yang berbau politik dilarang. Seolah-olah pemerintah militer Jepang menerapkan sistern fasisrne dan menetapkan garis politik pemerintah sebagai satu-satunya aliran yang harus ditaati. Rakyat tidak diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Kemenangan gemilang yang diperoleh tentara Jepang dalam waktu yang sangat singkat, memang menakjubkan, menimbulkan kepercayaan orang terhadap keunggulan dan kemampuan tentara Jepang dan meningkatkan martabat Jepang pada taraf yang sangat tinggi. Keunggulannya merupakan faktor yang menentukan kepemimpinan Jepang di antara bangsa Asia Muljana, 2008 7. Sebenarnya pemerintahan militer Jepang merupakan pemerintahan yang diktator. Untuk mengendalikan keadaan, pemerintah dibagi menjadi beberapa bagian Jawa dan Madura diperintah oleh tentara ke- 16 dengan pusatnya di Jakarta dulu Batavia. Sumatera diperintah oleh tentara ke-25 dengan pusatnya di Bukittinggi Sumbar. Sedangkan Indonesia bagian Timur diperintah oleh tentara ke-2 angkatan laut dengan pusatnya di Makasar Sulsel. Pemerintah angkatan darat disebut Gunseibu, dan pemerintah angkatan laut disebut Minseibu. Masing-masing daerah dibagi menjadi beberapa wilayah yang lebih kecil. Pada awalnya, Jawa dibagi menjadi tiga Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, serta dua daerah istimewa, yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Pembagian ini dianggap tidak efektif sehingga dihapus. Akhirnya Jawa dibagi Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 201 menjadi 17 Karesidenan Syu dan diperintah oleh seorang Residen Syucokan. Karesidenan terdiri dan Kotapraja Syi, Kabupaten Ken, Kawedanan atau distrik Gun, Kecamatan Son, dan Desa Ku Muttaqin, dkk, 2011 83. Kebijakan dibidang politik yang dapat ketahui diantaranya a. Pelarangan menggunakan bahasa Belanda dan Inggris, tetapi memakai bahasa Jepang b. Membentuk gerakan tiga A c. Membagi tiga bagian kekuatan militer Jepang di Indonesia d. Mengubah sistem struktur birokrasi pemerintahan menjadi pemerintahan militer dan pemerintahan sipil e. Merangkul umat Islam Indonesia f. Membentuk organisasi-organisasi politik buatan Jepang dan melakukan kerja sama dengan tokoh-tokoh nasionalis. 2. Bidang Ekonomi dan Sosial Kebijakan pemerintahan Jepang dalam melakukan sistem pengaturan di bidang ekonomi, Jepang membuat kebijakan-kebijakan yang pada intinya terpusat pada tujuan pengumpulan bahan mentah untuk industri perang. Ada dua tahap perencanaan untuk mewujudkan tujuan tersebut, yaitu tahap penguasaan dan tahap menyusun kembali struktur. Pada tahap penguasaan, Jepang mengambil alih pabrik-pabrik gula milik Belanda untuk dikelola oleh pihak swasta Jepang, misalnya, Meiji Seilyo Kaisya dan Okinawa Sello Kaisya. Dalam tahap restrukturisasi menyusun kembali struktur, Jepang membuat kebijakan-kebijakan di antaramya sebagai berikut. 1 Sistem autarki rakyat dan pemerintah memenuhi kebutuhan sendiri untuk menunjang kepentingan perang Jepang; 2 Sistem tonarigumi organisasi rukun tetangga yang terdiri atas 10-20 KK untuk mengumpulkan setoran kepada Jepang; 3 Memonopoli hasil perkebunan oleh Jepang berdasarkan UU No. 22 Tahun 1942 yang dikeluarkan oleh Gunseikan; 4 Adanya pengerahan tenaga untuk kebutuhan perang Zulkarnain, 2012 87. Dalam bidang sosial diberlakukannya Romusha, karena melihat dari praktek-praktek eksploitasi ekonomi masa pendudukan Jepang, yang telah banyak menghancurkan sumber daya alam, sehingga menimbulkannya krisis ekonomi. Pergerakan sosial yang dilakukan pemerintah Jepang dalam bentuk Kinrohosi atau kerja bakti yang lebih mengarah pada kerja paksa hanya untuk kepentingan perang. Kemudian semakin luasnya daerah pendudukan Jepang, memerlukan tenaga kerja yang banyak untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu, lapangan udara, jalan raya dan gudang bawah tanah. Tenaga yang mengerjakan itu semua diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya, sehingga kegiatan ini menggunakan sistem kerja paksa istilah terkenalnya Romusha. Pada awalnya mereka melakukan dengan sukarela, lambat laun terdesak oleh perang pasifik sehingga pengerahan tenaga diserahkan kepada Romukyokai yang ada disetiap desa. Banyak tenaga Romusha yang tidak kembali dalam tugas seab meninggal akibat kondisi kerja yang sangat berat dan tidak diimbangi oleh gizi serta kesehatan yang mencukupi Isnaeni dan Apid, 2008 39. Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 202 Melihat kondisi sosial yang memprihatinkan tersebut ternyata telah memicu rasa semangat nasionalisme para pejuang Peta untuk mencoba melakukan pemberontakan. Karena tidak tahan menyaksikan Penyiksaan terhadap para Romusha. Praktik eksploitasi pergerakan sosial lainnya adalah bentuk penipuan terhadap para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur jugun lanfu dan disekap dalam tempat tertutup. Awalnya para gadis dibujuk dengan iming-imingan pekerjaan seperti perawat, pelayan toko, dan disekolahkan. Tetapi pada akhirnya hanya dijadikan pemuas nafsu oleh prajurit-prajurit Jepang ditempat tertentu seperti Solo, Semarang dan Jakarta. Peruhahan sosial dalam masyarakat Indonesia yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang adalah diterapkannya sistem birokrasi Jepang dalam pemerintahan di Indonesia sehingga terjadi perubahan dalam institusi/lembaga sosial di berbagai daerah. 3. Bidang Pendidikan Kebijakan yang diterapkan pernerintah Jepang di bidang pendidikan adalah menghilangkan diskriminasi dalam mengenyam pendidikan. Pada masa Belanda, yang dapat merasakan pendidikan formal hanya rakyat pribumi untuk kalangan mengeah ke atas, sementara rakyat kecil tidak bisa memiliki kesempatan. Sehingga pada masa Jepang mulai menerapkan pola pendidikan semua rakyat dan lapisan manapun berhak untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan formal seperti di negaranya yaitu SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun, Sistem ini masih diterapkan oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini sebagai satu bentuk warisan Jepang Isnaeni dan Apid, 2008 40. Satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan adalah penerapan sistem pendidikan militer. Karena sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang. Sehingga siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran dan mampu menghafal lagu kebangsaan Jepang. Begitu pula dengan para gurunya, diwajibkan untuk rnenggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai pcngantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda. Untuk itu para guru wajib mengikuti kursus bahasa Jepang yang diadakan. Selanjutnya, hal yang menarik adalah sebuah pemaksaan yang dilakukan oleh Jepang terhadap rakyat Indonesia untuk melakukan penghormatan kepada Dewa Matahari Seikerei. Penghormatan ini biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigoyo. Jadi, tidak semua rakyat Indonesia menerima kebiasaan akan hal ini terutama dari kalangan umat Islam. Sehinggan penerapan Seikerei ini ditentang oleh kalangan umat Islam, salah satunya perlawanan oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Zainal Mustafa pengasuh Pesantren Sukamanah, Jawa Barat. 4. Bidang Militer Dalam bidang militer Jepang telah mendirikan organisasi pergerakan berbasis militer semata-mata untuk kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik. Pada tahun 1943 Jepang semakin intensif dalam mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Karena situasi di medan perang Asia-Pasifik semakin menyulitkan Jepang. Dari situasi tersebut, maka Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 203 tenaga potensial yang bisa diikutsertakan dalam pertempuran dalam menghadapi Sekutu. Berdasarkan hal tersebut, Jepang mempersiapkan barisan militer dengan mendirikan gerakan-gerakan berbasis militer, sebagai berikut 1 Seinendan, yaitu barisan pemuda yang berumur 14-22 tahun; 2 Losyi Seinendan, yaitu barisan cadangan tau seinendan putri; 3 Bakutai, yaitu pasukan berani mati; 4 Keibodan, yaitu barisan bantu polisi yang anggotanya berusia 23-35 tahun. Barisan ini di Sumatera disebut Bogodan dan di Kalimantan disebut Borneo Konon Hokokudan; 5 Hizbullah, yaitu barisan semimiliter untuk orang Islam; 6 Heiho, yaitu pembantu prajurit Jepang yang anggotanya berusia 18 – 25 tahun; 7 Jawa Sentotai/Hokokai, yaitu barisan benteng perjuangan Jawa; 8 Suisyintai, yaitu barisan pelopor; 9 Peta atau Pembela Tanah Air, yaitu tentara daerah yang dibentuk oleh Kumakichi Harada berdasarkan Osamu Serei No. 44 tanggal 23 Oktober 1943; 10 Gokutokai, yaitu korps pelajar yang dibentuk pada bulan Desember 1944; 11 Fujinkai, yaitu himpunan wanita yang dibentuk pada tanggal 23 Agustus 1943 Zulkarnain, 2012 87. KESIMPULAN Pada masa pemerintahan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan priode penting bagi sejarah Indonesia. Setelah Jepang mampu menaklukan Belanda Jepang secara langsung menggantikan kedudukan pemerintahan Hindia Belanda. Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang telah resmi menduduki Indonesia yang langsung melakukan perubahan untuk menghapus dominansi Barat. Jepang memiliki bentuk fisik yang hampir sama dengan orang Indonesia dan inilah yang menjadi keuntungan tersendiri buat Jepang. Oleh karean itu, Jepang dapat dengan mudah menyebarkan semboyan tiga A mereka, yaitu 1 Jepang Cahaya Asia; 2 Jepang Pemimpin Asia; dan 3 Jepang Pelindung Asia. Dari semboyan ini berhasil mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia menganggap Jepang sebagai pembebas mereka dari belenggu penjajahan Belanda. Indonesia memasuki suatu periode baru, yaitu periode pendudukan militer Jepang. Berbeda dengan zaman Hindia Belanda di mana hanya terdapat satu pemerintahan sipil, maka pada zaman Jepang terdapat tiga pemerintahan militer pendudukan, yaìtu Pemerintahan militer Angkatan Darat Tentara Keduapuluh lima untuk Sumatera dengan pusatnya di Bukittinggi, Pemerintahan militer Angkatan Darat Tentara Keenambelas untuk Jawa-Madura dengan pusatnya di Jakarta, Pemerintahan militer Angkatan Laut Armada Selatan Kedua untuk daerah yang meliputi Sulawesi, Kalimantan dan Maluku dengan pusatnya di Makassar. Pada dasarnya, kebijakan pemerintahan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas yakni menghapus pengaruh barat di kalangan rakyat, dan memobilisasi mereka demi kemenangan tentara Jepang. Kebijakan Jepang dibentuk untuk mencapai sebuah tujuan yang telah mereka buat, yaitu menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan upaya-upayanya bagi mendominasi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Tenggara. Setelah menduduki Indonesia, Jepang mengambil berbagai kebijakan diantaranya di bidang Politik, bidang Ekonomi dan Sosial, bidang pendidikan dan bidang Militer. Semua yang dilakukan merupakan dari strategi Jepang untuk mendapatkan Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 204 dukungan dari Indonesia, disni bangsa Indonesia hanya diberikan sikap manis Jepang yang berujung kesengsaraan bagi Indonesia. DAFTAR RUJUKAN Aman. 2015. Revolusi Sosial Di Brebes. Yogyakarta Ombak. Anisatul Khoir Aprilia, Sugiyanto, Sri Handayani. 2017. “The Role Of Nahdlatul Ulama On Indonesian National Movement On 1926 - 1945.” Jurnal Historica 1 2. Bizawie, Zainul Milal. 2014. Laskar Ulama -Santri & Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia 1945-1949. Jakarta Pustaka Compas. Fadli, M. Rijal dan Hidayat, Bobi. 2018. KH. Hasyim Asy’ari Dan Resolusi Jihad Dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945. Lampung Laduny Alifatama. Frederick, H. William. 1989. Pandangan Dan Gejolak Masyarakat Kota Dan Lahirnya Revolusi Indonesia. Jakarta Gramedia. Hamid, Abd Rahman dan Madjid, Muhammad Saleh. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta Ombak. Hariyono. 2008. Penerapan Status Bahaya Di Indonesia Sejak Pemerintahan Kolonial Belanda Hingga Pemerintahan Orde Baru. Jakarta Pensil. Imran, Amrin. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid VI. Jakarta PT Ichtiar Baru Van Hoeve Insneini F. Hendri dan Apid. 2008. Romusha Sejarah Yang Terlupakan 1942-1945. Yogyakarta Ombak. Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta Tiara Wacana. Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan, Jilid II. Yogyakarta LKiS. Muttaqin, Dkk. 2011. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung Humaniora. Notosusanto, Nugroho. 1979. Tentara PETA Pada Zaman Pendudukan Jepang. Jakarta Gramedia. Nugraha, Adhi Wahyu dan Utomo, Cahyo Budi. 2018. “Peristiwa 03 Oktober 1945 Di Kota Pekalongan Analisis Dampak Sosial & Dampak Politik.” Journal of Indonesian History, 7 1. Permadi, Edo Galih dan Purwaningsih, Sri Mastuti. 2015. “Politik Bahasa Pada Masa Pendudukan Jepang.” AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah 3 3. Poesponegoro, dan Notosusanto, Nugroho. 2008. Sejarah Indonesia Jilid VI. Jakarta Balai Pustaka. Sejarah dan Budaya, 13 2, 2019, hlm. 189-205 Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari 205 Ricklefs, 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta Serambi Ilmu. ———. 2012. Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi Di Jawa Dan Penentangnya Dari 1930 Sampai Sekarang. Jakarta Serambi Ilmu Pustaka. Sofianto, Kunto. 2014. “Garut Pada Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang 1942-1945.” Jurnal Sosiohumaniora 16, 1. Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional Dari Boedi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Yasmis. 2007. “Jepang Dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia.” Jurnal Sejarah Lontar, 4 2. Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Yogyakarta Yayasan Obor. Zulkarnain. 2012. Jalan Meneguhkan Negara Sejarah Tata Negara Indonesia. Yogyakarta Pujangga Press. ... Menilik fakta historisnya, bahwa kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari banyak peran agamawan, mulai dari Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katolik, Konghucu hingga penganut kepercayaan leluhur. Dalam sudut sempitnya, dapat dilihat bahwa ada banyak usaha dalam membebaskan Indonesia dari kungkungan imperialisme dengan berdirinya sebuah wadah atau organisasi pergerakan yang bertujuan untuk membina masyarakat agar menjadi masyarakat yang religius, unggul, dan berwawasan luas, mulai dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, hingga Masyumi Fadli & Kumalasari, 2019. Hal tersebut menandakan bahwa peran agama dan kultur keberagamaan sangat kental dengan proses perjuangan bangsa, termasuk di dalamnya aspek pendidikan itu sendiri. ...Roisul Ma'rufReni SasmitaFuji AwaliahAlicia AndersonThe disappearance of religious phrases in the temporary draft of 2020-2035 National Education Roadmap PJPN caused various reactions including religious leaders, mass organizations, politicians, society and culturalists. It is because the draft of 2020-2035 National Education Roadmap PJPN contradicts with the 1945 Constitution, the National Education System Law, Government Regulations and Pancasila. This study aims to analyze the important meaning of religious phrases in the temporary draft of the 2020-2035 National Education Roadmap PJPN. The current Educational Roadmap is designed to create religious, pious and moral students. The research method used in this study is a literature study. The results shows that religion has important position as a source of value and part of national education. Religious education plays an important role in developing students potential to have religious spirituality, noble character, and good personality. The position of religion in national education is very important in establishing human character and Azizah AzizahRiska SyafitriSupriyanto Supriyanto Syarifuddin AsThis study discusses the government structure of Palembang during the Japanese occupation in 1942-1945, especially regarding the Syu government. The research method used is historical or historical research methods. The purpose of this research is to increase knowledge and dig deeper into the history of Palembang City and also to highlight the historical traces of the Palembang regional political system during the reign of Japan. This research is related to the Syu government system or called Residency. The results of this study are that before the Japanese came and colonized the archipelago, the Palembang area had rules made by the Dutch and customary law then Japan arrived in Sumatra and issued a new law called Seirei Osamu Seirei, this rule book discusses military government, which levels consist of Syuugun residence, Bansyuu sub-residence, Gun district, and Son sub-district, the unique thing is that even though it seems to have changed, in fact, the constitutional structure is the same as the previous system but only changes in terms. Penelitian ini membahas tentang struktur pemerintahan Palembang pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945 khususnya mengenai pemerintahan Syu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah atau historis. Tujuan dari penelitian ini untuk menambah ilmu pengetahuan serta menggali lebih dalam mengenai sejarah di Kota Palembang juga mengangkat jejak historis dari sistem politik daerah Palembang saat berkuasanya Jepang. Penelitian ini terkait sistem pemerintahan Syu atau disebut Keresidenan. Hasil dari penelitian ini adalah sebelum Jepang datang dan menjajah wilayah nusantara, daerah Palembang telah terdapat aturan yang dibuat Belanda serta hukum adat kemudian Jepang tiba di Sumatera dan mengeluarkan sebuah Undang-undang baru bernama Seirei Osamu Seirei, kitab aturan ini membahas tentang pemerintahan militer, yang mana tingkatannya terdiri atas Syuugun Karesidenan, Bansyuu sub karesidenan, Gun distrik, dan Son subdistrik, uniknya walaupun terkesan berubah tetapi sebenarnya susunan ketatanegaraan ini sama dengan sistem sebelumnya namun hanya mengalami pergantian SofiantoPenelitian ini membahas masuknya Pasukan Jepang ke Garut, keadaan pemerintahan dan kehidupanpolitik, pendidikan dan sosial budaya, kehidupan sosial ekonomi, berita proklamasi kemerdekaan RI 1945, danSikap Tentara umum penelitian ini untuk merekonstruksi dan menganalisis Pendudukan TentaraJepang di Kota Garut 1942-1945. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui lebih jelas latar belakangPendudukan Tentara Jepang dan sepak terjangnya selama menduduki Kota Garut. Sumber-sumber yang digunakan,terutama buku-buku, surat khabar pada masa Pendudukan Tentara Jepang di Indonesia, dan arsip. Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik,interpretasi, dan historiografi. Untuk menganalisis tentang pendudukan Tentara Jepang di Kota Garut, penulisjuga menggunakan bantuan dari ilmu sosial lainnya, terutama ilmu politik, sosiologi, psikologi, dan penelitian ini menunjukkan bahwa Pemerintahan pendudukan Jepang di Kota Garut, salah satunyadilatarbelakangi oleh ambisi pemerintah Kekaisaran Jepang, terutama untuk menguasai wilayah Asia diketahui bahwa meskipun Pemerintahan Pendudukan Jepang berlangsung selama tiga setengah tahun,namun masyarakat Garut sangat menderita lahir dan batin karena pada masa itu Pemerintahan Pendudukan Jepangsangat kejam dan menguras sumber daya alam, serta sumber daya manusianya. Pada awalnya, masyarakat Garutsangat menyambut dan menerima Tentara Jepang untuk membebaskan mereka dari penjajahan Kolonial pada akhirnya masyarakat Garut pun menyadari bahwa penjajahan Tentara Jepang lebih buruk dan kejamdaripada penjajahan Kolonial Belanda. Ibarat pepatah mengatakan “keluar dari mulut harimau masuk ke mulutbuaya”.Kata Kunci Tentara Jepang, Kota GarutRevolusi Sosial Di BrebesDaftar Rujukan AmanDAFTAR RUJUKAN Aman. 2015. Revolusi Sosial Di Brebes. Yogyakarta Role Of Nahdlatul Ulama On Indonesian National Movement On 1926 -1945Anisatul Khoir ApriliaSri SugiyantoHandayaniAnisatul Khoir Aprilia, Sugiyanto, Sri Handayani. 2017. "The Role Of Nahdlatul Ulama On Indonesian National Movement On 1926 -1945." Jurnal Historica 1 2.Pandangan Dan Gejolak Masyarakat Kota Dan Lahirnya Revolusi IndonesiaH FrederickWilliamFrederick, H. William. 1989. Pandangan Dan Gejolak Masyarakat Kota Dan Lahirnya Revolusi Indonesia. Jakarta Nasional Dari Kolonialisme Sampai KemerdekaanSlamet MuljanaMuljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan, Jilid II. Yogyakarta Pergerakan NasionalDkk MuttaqinMuttaqin, Dkk. 2011. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung 03 Oktober 1945 Di Kota Pekalongan Analisis Dampak Sosial & Dampak PolitikAdhi NugrahaWahyu Dan UtomoNugraha, Adhi Wahyu dan Utomo, Cahyo Budi. 2018. "Peristiwa 03 Oktober 1945 Di Kota Pekalongan Analisis Dampak Sosial & Dampak Politik." Journal of Indonesian History, 7 1.Politik Bahasa Pada Masa Pendudukan JepangEdo PermadiSri Galih Dan PurwaningsihMastutiPermadi, Edo Galih dan Purwaningsih, Sri Mastuti. 2015. "Politik Bahasa Pada Masa Pendudukan Jepang." AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah 3 3.Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi Di Jawa Dan Penentangnya Dari 1930 Sampai SekarangM C RicklefsRicklefs, 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta Serambi Ilmu. -. 2012. Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi Di Jawa Dan Penentangnya Dari 1930 Sampai Sekarang. Jakarta Serambi Ilmu Pergerakan Nasional Dari Boedi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945SuhartonoSuhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional Dari Boedi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta Pustaka Pelajar.Dalambidang ekonomi, Jepang membuat kebijakan-kebijakan yang pada intinya terpusat pada tujuan mengumpulkan bahan mentah untuk industri perang. Ada dua tahap perencanaan untuk mewujudkan tujuan tersebut, yaitu tahap penguasaan dan tahap menyusun kembali struktur. Pada tahap penguasaan, Jepang mengambil alih pabrik-pabrik gula milik Belanda
- ዋме ֆивиጯохυс ዒфሆм
- Эբաхрадኁ ፖ օжኆжуռωዳу
- Уψ у λ
- ጎоси э цωжጫκևф
- Εкኇձахуκа бիтр